Ditulis
Oleh :
Aroel
“Soulder”
NPA.SKY.001.AP.12
Dewasa
ini, kegiatan petualangan atau kegiatan alam terbuka semakin marak dan mulai
merambah semua kalangan. Semakin banyak yang mengenal dan mulai gemar
melakukannya, bahkan sampai menggelutinya dengan begitu serius alias fanatik.
Membuka lahan kerja melalui bidang ini atau menjadikannya sebagai lifestyle.
Jelas tak dapat dipungkiri bahwa kegiatan yang terkesan berkelas elit dan mahal
ini cukup menarik. Zaman bergulir sesuai perputaran waktu dan perkembangan
teknologi juga tak mau tertinggal. Perannya dalam menunjang aktivitas ini
semakin meningkat pula intensitasnya. Dengan adanya berbagai komponen-komponen
pendukung lainnya, jadilah kegiatan alam terbuka menjadi sangat popular
dikalangan masyarakat kita, bahkan menjadi salah satu cara untuk mengangkat
derajat bangsa dan tanah air Indonesia tercinta. “ merah putih di puncak
dunia”.
Salah
satu kegiatan di alam terbuka yang sangat populer dan paling digandrungi oleh
peminat kegiatan di alam terbuka adalah Pendakian Gunung. Padahal kegiatan
yang satu ini juga tergolong penuh resiko yang besar. Jauhnya perjalanan menuju
puncak yang harus ditempuh dengan susah payah, resiko cidera, dinginnya cuaca,
dan belum lagi rasa was-was bertemu dengan binatang buas atau diterpa badai
gunung dan kabut. Tapi semua itu justru menjadi tantangan yang mengasyikkan
bagi seorang petualang. Pertanyaannya, Apa sih yang mereka cari dan apa yang
mereka dapatkan?? Sehingga mereka rela bersusah-payah, mengorbankan waktu,
tenaga dan biaya hanya untuk kedinginan diatas puncak.
Bahkan
dulu saya sendiri sering bertanya dan mengejek saudara saya yang seorang anak
Mapala ketika akan berangkat mendaki. “Tekeruan kau dirumah bang, nak tedok ado
kasur empuk, nak makan tinggal makan. Dapat apo nian kau dalam hutan, nyapek’i
badan be, balek-balek bawa baju kotor be pacaknyo”. Kini akhirnya saya bisa
menjawab sendiri pertanyaan saya. Ketika pertama kali saya mendaki saya
mendapatkan begitu banyak sekali pengalaman dan pembelajaran.
Sebuah
Refleksi
Perjalanan
menuju puncak yang penuh dengan tantangan mengingatkan saya tentang arti
kehidupan. Didalam hidup, disetiap hari kita selalu terdapat banyak masalah
dalam mencapai tujuan2 kita, Seperti mendaki dengan perjalanan yang seakan tak
pernah sampai, Saya belajar bahwa setiap problematika kehidupan yang kita
jalani adalah proses untuk membentuk diri kita menjadi lebih tangguh dan lebih
dewasa. Ya, bagi saya Mendaki Gunung adalah sebuah refleksi perjalanan menuju
puncak kehidupan.
Manajemen Diri
Mendaki tidak hanya
sekedar persiapan fisik di rumah, lalu membawa tenda, ransel ukuran raksasa, kantung tidur, makanan lalu mendaki.
Butuh perencanaan yang matang agar pendakian berjalan dengan nyaman. Sebelum
melakukan pendakian biasanya ada perhitungan-perhitungan yang terkait dengan manajemen makanan, perlengkapan kelompok,
manajemen waktu, transportasi, dan perizinan.
Pendakian yang sangat melelahkan akan
membuat pertarungan di dalam diri setiap pendaki untuk melawan lelah dan memotivasi diri agar bisa sampai
puncak. Seringkali hal ini tidak berjalan mulus, karena bisa jadi pada saat
kondisi tubuh kita masih fit, ternyata ada satu orang teman kita yang tidak
bisa melanjutkan perjalanan, sehingga kitapun harus ikut tidak melanjutkan
perjalanan. Tak jarang emosi di dalam diripun menuntut kita untuk bersabar.
Setiap orang berambisi untuk mencapai puncak, namun yang terpenting dalam pendakian bukanlah puncak, tapi proses untuk
mengalahkan diri sendiri. Mendaki Gunung membuat saya belajar untuk mengikis
egois dan mengajarkan saya tentang indahnya kebersamaan.
Puncak Kenikmatan
Mendaki gunung menjanjikan paket lengkap wisata fisik
dan batin bagi yang melakukannya. Melihat keindahan hutan, mencium bau hujan
yang bercampur humus, dan pemandangan surgawi
di puncak, membuat kita kesulitan sama sekali dalam membuat daftar hal hal
untuk membuktikan bahwa Tuhan itu tidak eksis.
Ketika pertama kali saya menginjakkan kaki
dipuncak gunung, saya terpesona melihat pemandangan yang begitu indah dari atas
dunia. Rasa capek, emosi, keluhan, dan semua tantangan di perjalanan tiba-tiba
hilang dalam sekejap. Sebuah pelajaran yang saya dapatkan ketika duduk di atas
puncak, saya melihat begitu kecilnya penduduk bumi yang terbentang dimata saya.
Alam mengajarkan saya tentang arti betapa kecilnya diri ini dan betapa besarnya
Allah, Tuhan semesta alam. Sungguh perjalanan spiritual yang meningkatkan rasa
syukur saya terhadap karunia kehidupan yang telah diberikanNYA. Subhanallah..
hanya itu kata yang dapat terucap dalam diamku menatap alam, mengenal Tuhan
melalui ciptaannya.
Dan masih banyak lagi pengalaman dan
pembelajaran yang akan kita dapatkan dalam kegiatan Mendaki Gunung. Saya tidak dapat menjanjikan pengalaman manis
seperti apa yang akan anda dapatkan. Namun jika anda masih penasaran dengan
jawaban dari pertanyaan “Mengapa kamu
harus mendaki gunung?” Maka cobalah untuk mendaki gunung sekali saja. Dan
cari jawabanmu sendiri? (Aroel “Soulder)